Jumat, 24 Maret 2023

Imajinasi Pokok Pikiran Kebudayaan, Saat Seniman dan Budayawan Jambi Ditinggalkan

Sabtu, 20 Oktober 2018 | 16:02:13 WIB


/

KEBUDAYAAN merupakan keseluruhan cara hidup manusia. Ia berperan penting dalam proses pembangunan suatu negara dimana kepribadian harus dipupuk dalam usaha-usaha yang dijalankan ke arah meningkatkan pembangunan sosio ekonomi dan politik. Ini sudah tentunya memerlukan penggemblengan dan pengelibatan semua lapisan masyarakat dalam satu proses yang berkesinambungan.

Bagi sebuah negara yang mempunyai masyarakat yang beraneka ragam, proses pembentukan budaya nasional memerlukan perancangan yang teliti dan rapi supaya dapat melahirkan cara hidup yang bersifat ke Indonesiaan. Perancangan kebudayaan ini harus menentukan sifat-sifat yang baik, mulia dan utama bagi pembinaan bangsa dan ketahanan negara.

Oleh karena itu, warisan budaya sangat penting di dalam membentuk nilai dan kebanggaan bangsa melalui pesan kesejarahan dan informasi yang terkandung di dalamnya. Stakeholder kebudayaan mempunyai kewajiban untuk memberikan makna yang diungkapkan melalui teori prosesual atau hasil interpretasi teori pasca prosesual, yaitu identitas sejarah, budaya, dan sosial.

Menyikapi hal itu sangat diperlukan Pokok Pikiran Kebudayaan dan Strategi Kebubadayaan Nasional untuk mendorong pembanggunan kebudayaan dan memperkuat karakter anak bangsa. Pencanangan ini sudah dimulai sejak lama. Pada tahun 2013 rakor kebudayaan di Surabaya yang diharapkan melahirkan UU Kebubayaan, pengisian data pokok kebudayaan yang rasanya tak selesai selesai, dan kerja ini sampai pada penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD).

Di Provinsi Jambi telah dibentuk tim ahli PPKD, dan telah dilaksanakan kegiatan maupun diskusi untuk merumuskan PPKD. Dalam hal ini pusat memberi mandat Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi sebagai koordinator dengan beberapa orang yang sebelumnya ditunjuk pusat sebagai pendamping,

Kamis 18 Oktober 2018 di Hotel Odua Weston. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, mengadakan FGD, dengan mengundang beberapa budayawan dan seniman Provinsi, acara dijadwalkan selesai sampai pukul 17.00 WIB, tapi nyatanya penutupan dipercepat hanya sampai pukul 14.00 WIB. Ini karena seniman dan budayawan Jambi meminta tim ahli PPKD untuk mengkaji ulang hasil penyusunan PPKD sebelum diserahkan ke pemerintah pusat.

Penolakan hasil PPKD Provinsi ini disampaikan dalam forum konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi. Polemik dan diskusi ini tidak berhenti di sini. Dalam forum media sosial beberapa seniman Jambi merasa disodori telor busuk dengan hasil rumusan PPKD yang tidak melibatkan seniman dan budayawan akar rumput,

Para seniman dan budayawan yang hadir dalam forum tersebut menginginkan tim ahli PPKD Provinsi yang di-SK-kan Plt Gubernur Jambi bekerja sesuai dengan semangat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 05 Tahun 2017. Sehingga permasalahan dan rekomendasikan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan isu yang berkembang di masyarakat.

Mengutip berita Jambipro, 18 Oktober 2018, Budayawan dan seniman Minta Hasil PPKD Provinsi Dikaji Ulang, baru 4 kabupaten, Sungaipenuh, Tanjab Timur, Tanjab Barat dan Tebo, yang baru menginput data di Borang. Data inilah yang kemudian menjadi dasar penyusunan PPKD Provinsi Jambi. Meskipun baru 4 kabupaten yang telah menyelesaikan PPKD Kabupaten, sudah bisa digunakan untuk penyusunan PPKD Provinsi. “Satu saja, sesuai aturan sudah bisa. Jadi setelah ini, akan diteken gubernur dan diserahkan ke pemerintah pusat,” kata salah seorang anggota tim PPKD.

Sebaliknya, Ketua Rumah Budaya Melayu Jambi, Didi Hariadi meminta tim ahli PPKD Provinsi Jambi mengkaji ulang hasil penyusunan PPKD Provinsi. Dia menilai PPKD yang disusun belum mengakomodasi kebutuhan seniman dan budayawan. Karena dari 11 kabupaten/kota, baru 4 kabupaten yang menyerahkan data 11 objek pemajuan kebudayaan. “Kalau data ini digunakan, artinya belum mewakili Provinsi Jambi. Kami juga meragukan data tersebut, karena tim PPKD Provinsi tidak melakukan pengecekan data ke lapangan,” kata Didi menegaskan.

Selanjutnya, Titas Suwanda selaku Ketua Teater AiR dan Pengurus Dewan Kesenian Jambi menuturkan penyusunan PPKD Provinsi Jambi semestinya mengakomodir permasalahan riil di masyarakat.

“Berkaca dari penyusunan PPKD Kota Jambi, kami sebagai masyarakat seni, yang merupakan satu elemen dari kebudayaan tak terlibat. Darimana data diperoleh tim penyusun? Entahlah,” kata Titas.

Untuk diketahui, PPKD Provinsi disusun berdasarkan amanat Perpres Nomor 65 tahun 2018. Kemudian penyusunan PPKD Provinsi terdiri dari dua unsur yakni pemerintah dan tim ahli. Tetapi dalam SK, tim didominasi pemerintah sebesar 90 persen dan sisanya pensiunan PNS.

Dari awal penyusunan PPKD Provinsi Jambi sudah terlihat kurangnya koordinasi dan terkesan tertutup. Salah satunya tidak melibatkan para seniman dan budayawan akar rumput. Bagaimana pembangunan kebudayaan bisa jalan kalau akar rumput dan masyarakat sebagai objek tidak tidak dilibatkan.

Dari sini sudah mencerminkan untuk mewujudkan “Clean Government dan Good Governance” masih sebatas wacana dan mimpi di siang bolong. Akan sulit mungkin mengajak masyarakat untuk mempercayai pemerintah. Secara sederhana saja, berbagai unjuk rasa yang dilakukan bukan hanya oleh mahasiswa tapi juga kelompok-kelompok masyarakat lainnya, menunjukkan ketidakpuasan dan juga ketidakpercayaan pada pemerintah. Hal lain yang layak dicermati adalah rendahnya tingkat pengikutsertaan masyarakat dalam berbagai tingkat pengambilan keputusan, yang lebih dikenal dengan demokratisasi.

Menganggap masyarakat sebagai obyek belaka untuk diatur berarti menempatkan mereka dalam posisi pasif, yang pada satu titik dapat membuat mereka menjadi apatis, namun dalam titik yang ekstrim dapat menimbulkan adanya pembangkangan. Tentunya bukan kondisi semacam ini yang diinginkan oleh kita semua. Ketidakjelasan dan ketidaktransparanan proses pengambilan keputusan misalnya, membuat masyarakat selalu diliputi oleh berbagai pertanyaan, apakah memang benar bahwa kepentingan mereka selalu diprioritaskan.

Salah satu hal yang seringkali mendapatkan sorotan tajam dari publik adalah tingginya tingkat dependensi pejabat publik pada key political players. Melihat betapa besarnya kekuasaan yang didelegasikan pada pemerintah ini, sangat besar kemungkinan bahwa pemilihan orang-orang yang menempati jabatan dan posisi kunci adalah yang dekat dengan penguasa tertinggi.

Selayaknya dengan profesionalisme akan dapat memberikan kinerja yang unggul karena pendekatan yang bersifat primordial adalah masa lalu yang harus segera ditinggalkan. Untuk menjamin agar pelaksanaan pemerintahan benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, maka segenap lapisan masyarakat baik mahasiswa, LSM, Pers maupun para pengamat harus secara terus menerus memantau kinerja pemerintah untuk kepentingan mereka sendiri, transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas harus menjadi kunci penyelenggaraan pemerintahan yang baik good government dan clean governance.

Dan PPKD tanpa melibatkan akar rumput, para pengiat budaya, stakeholder kebudayaan hanya menjadi simbol saja dan akan menjadi batu sandungan di masa akan datang, dan pola pikir segala sesuatu itu proyek dan uang, mesti ditinggalkan dan bagaimana membanggun tanggung jawab moral terhadap tindakan dan pekerjaan mesti segera dilaksanakan.

*) Penulis adalah sejarahwan dan budayawan, tinggal di Jambi


Penulis: M Ali Surakhman
Editor: Ikbal Ferdiyal


TAGS:


comments