Kerinci, “Sekepal Tanah Sorga yang tercampak ke muka bumi”, demikian syair ditulis di atas menara masjid raya oleh Ghazali Burhan Riodja, sebuah negeri yang memberikan 420 talenta emas kepada Raja Sulaiman alaihis sallam,
Taprobana Insula dengan emas dan rempah, dengan pengarung samudera yang gagah berani yang diberitakan Klaudios Ptolemaios, negeri berawan puncak Mahameru, tempat bersemayamnya Dewi Sinta yang di sebut dalam kitab Jataka, negeri dengan pancaran cahaya Ilahi yang membuat Abu Raihan Al-Biruni, menembus lapis semesta, pulau emas yang ditulis para musafir, dan Suwarnadwipa yang di kabarkan oleh Itshing.
Demikian narasi awal film dokumenter, Menapak Jejak Leluhur Kerinci, film ini memberi gambaran tentang Benda Cagar Budaya yang ada di dataran tinggi pulau Sumatera, film dokumenter ini murni di kerjakan oleh anak anak puncak Sumatera, bekerjasama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, yang membawahi 4 Provinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Bangka Belitung, di samping memberi informasi tentang benda cagar budaya, dokumenter ini juga bertujuan memperkuat pengetauhan lokal pelestarian cagar budaya, untuk menunjang pembanggunan di sektor kebudayaan.
Narasi yang kuat dalam film dokumenter bukan hanya sekedar rangkaian kata kata, atau kalimat, namun berdasarkan penelitian, studi kepustakaan, dari berbagai penelitian.
File dasar film dokumenter berdurasi 6 jam, setelah proses editing diambil intisarinya menjadi 15 menit, padat, namun dimengerti oleh semua kalangan awam yang menonton, "yang kita keluarkan ini adalah file file dewa" ujar sutradara Menapak Jejak Leluhur Kerinci, Hendi Wisnu,
Ide awal film dokumenter ini, atas dasar keprihatinan akan ketidaktahuan generasi muda akan sejarah dan benda cagar budaya di sekitar mereka, "Saat sejarah dan tinggalannya dilupakan, berarti membunuh jati diri anak bangsa, melemahkan karakter generasi yang akan datang, sebuah bangsa yang kuat adalah bangsa yang selalu mengingatkan akan sejarahnya, serta leluhurnya, bukan hanya kejayaan namun juga bagaimana peradaban itu runtuh, untuk diambil pelajaran dan nilai nilai kearifan di dalamnya", ujar M. Ali Surakhman, produser menapak jejak leluhur Kerinci.
Dokumenter benda cagar budaya ini juga menjadi salah satu media penyebaran informasi untuk memperkuat proses pelestarian cagar budaya, dan nantinya menjadi salah satu film yang diputar pada program bioskop keliling, BPCB Jambi, kata Kristanto Januardi, Kabag Tata Usaha BPCB Jambi.
Dataran tinggi Kerinci merupakan kawasan pedalaman yang jauh dari jalur perdagangan maritim. Selain itu juga bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan sungai-sungai bertebing terjal, sehingga menghambat mobilitas horisontal. Namun, ternyata kawasan tersebut tidak benar-benar terisolasi.
Masyarakat bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci mungkin sekali menghuni lahan di sekitar batu monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang merupakan bukti pemukiman di masa lampau.
Peninggalan bersejarah dari masa prahistoria di Kerinci sejenis menhir batu, keadaannya sangat unik umumnya menghadap utara selatan berbentuk silindrik dengan posisi tergeletak di permukaan tanah, posisi ini belum pernah ditemukan pada daerah lainnya di Indonesia. Keberadaan batu silindrik yang ada di daerah Kerinci merupakan penyimpangan dari tradisi umum megalitik di Indonesia.
Kerinci, negeri dinaungi nebula kosmos jagad raya, terukir indah pada relief relief batu purba, adalah bukti adanya sebuah pedaban kuno namun sangat maju melampai batas fikiran manusia kebanyakan saat ini.
Tak hanya itu, motif relief pada situs batu purba di kerinci sangat beragam, mulai dari motif fauna yang menggambarkan lingkungan yang harmoni kosmos semesta, motif manusia bertopi segi tiga seperti yang terdapat pada situs batu berrelief muak yang juga mengindikasikan keharmonisan antara manusia dan alamnya.
Di tempat lainnya symbol keperkasaan kekuatan terpahat pada situs batu bersurat jujun, Pada kedua sisi batu dipahat di sebelah kanan berwujud penari wanita, sedangkan sebelah kiri bercorak pria berwujud raksasa bermahkota membawa pedang. Pria bermahkota lingkaran cahaya dengan sikap badan Antibanga, pahatan ini merupakan perwujudan dari Dwarapala. Tapi menhir ini bukanlah berasal dari zaman Hindu, secara kronologi batu silindrik ini berasal dari masa prasejarah 3.000 tahun SM.
Ukiran pada batu purba Kerinci diduga kuat berkaitan dengan kegitan ritual pada masa itu, seperti motif manusia kangkang yang bermakna kesuburan, hingga batu meriam yang diatas permukaan batu silinidrik ini terdapat alur bekas tetakan dan sebuah lobang. alur ini merupakan landasan tempat memenggal kepala pada tradisi purba dan darahnya ditampung di dalam lobang dekat alur tersebut.
Tradisi ritual meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang, dibuktikan dengan adanya keberaan dolmen yang oleh masyarakat sekitar disebut Batu Rajo. Dolmen yang penyangganya terdiri dari bongkahan batu-batu yang disebut sebagai pandusa. Dibawah dolmen ini biasanya sering ditemukan kubur batu, yang merupakan tradisi Megalitik dari masa 10.000 tahun Sebelum Masehi.
Banyak sekali temuan yang membuktikan bahwa ketika di dataran rendah Jambi berkembang pesat kerajaan Malayu bercorak Buddis, di dataran tinggi Jambi bertahan kehidupan bercorak tradisi megalitik. Bahkan tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci bertahan hingga kedatangan Islam. Tradisi megalitik di kawasan tersebut tampaknya baru berakhir pada abad ke-18.
Islam masuk kealam Kerinci dengan membawa nilai nilai baru yang secara perlahan lahan menyebar dalam sendi kehidupan suku Kerinci, dimana pada awal penyebarannya tidak serta merta meleburkan tradisi yang sudah ada, Islam telah berkembang di alam Kerinci sejak abad ke 14, dengan tercantumnya nama KHOJA ALI DEPATI dalam naskah Tanjung Tanah. Khoja atau Kwaja yang dalam tradisi islam India dan Persia merupakan panggilan untuk seorang pendakwah.
Dan sejak itu Islam mewarnai kehidupan peradaban masyarakat suku Kerinci terutama dalam bdang akidah, social, kebudayaan termasuk pengetahuan tentang arsitektur. Berbagai tinggalan Masjid berarsitektur perpaduan ornmen Islam dan kebudayaan local masih dapat kita lihat saat ini.
Perpaduan arsitektur Islam dengan pengaruh tradisi local tidak hanya dapat kita lihat pada bangunan bangunan masjid kuno, akan tetapi juga pada setiap rancang banguanan rumah tradisional masyarakat suku Kerinci yang disebut Larik,yang banyak dihiasi ornament hias seni pahat dan seni rupa yang memiliki berbagai corak yang sarat dengan makna religious dan filosofis.
Benda cagar budaya merupakan kekayaan yang mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk kebanggaan nasional serta memperkokoh jati diri bangsa. Oleh karena itu dalam rangka kepentingan nasional umumnya, dan kepentingan daerah dalam rangka otonomi, maka warisan budaya yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut harus dilestarikan. Dengan demikian benda cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial dan kebudayaan terutama dalam menunjang pembanggunan sektor Kebudayaan.
Penulis: Maih