Kamis, 30 Maret 2023

Catatan Tentang Kerinci: Surga yang Tak Lengkap

Senin, 30 Desember 2019 | 15:06:09 WIB


Lukman Hakim Dalimunthe
Lukman Hakim Dalimunthe / istimewa

Oleh: Lukman Hakim Dalimunthe

KERINCI terbagi menjadi dua administrasi pemerintahan. Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Keduanya merupakan wilayah yang masuk dalam Provinsi Jambi.

Saya baru sekali ke Kerinci. Penghujung tahun 2017 yang lalu. Sekitar seminggu saya di sana. Ketika itu, saya juga sempat menuliskan perjalanan saya di media lokal, yaitu kerincinews.com.

Sebagai orang yang bukan lahir dari tanah Kerinci, saya memiliki pandangan tersendiri mengenai daerah itu. Semoga ini bisa obyektif, walaupun berupa pandangan pribadi. Minimal saya bisa mengurangi subyektivitas tulisan ini.

Beberapa bulan ini, saya sangat antusias menerjunkan diri pada ranah literasi budaya. Membaca buku, jurnal, dan media membuat saya berkeyakinan bahwa Kerinci adalah surganya Jambi. Surganya Indonesia.

Tercatat, ada puluhan kekayaan budaya dan tempat wisata yang bisa Anda kunjungi. Kaya gak? Tentu saja itu sangat kaya dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Jambi.
Saya telah menuliskan mengenai aksara incung dan danau Kerinci di salah satu website. Semakin saya mencari bahan untuk ditulis lagi, saya menemukan kekayaan itu. Sampai-sampai saya kewalahan untuk mencatatnya secara lengkap.

Sialnya, pemerintah setempat tidak meringankan beban saya dalam mencatat hal itu.
Dengan berpedoman semangat mencatatnya, saya pun berencana untuk pergi kembali ke sana. Melihat langsung hasil catatan saya dan mendokumentasikan via tulisan dan foto/video.

Anda mau tahu apa saja yang dimiliki Kerinci? Sabar. Nanti akan saya uraikan sebagiannya. Saya juga bingung, itu terlalu banyak. Saya harus menjadikan hal itu satu kesatuan berbentuk buku. Itu pun jika memungkinkan saya kerjakan dan selesaikan.

Sekali lagi, itu terlalu banyak dan membutuhkan waktu, tenaga, dan materi yang banyak untuk diselesaikan.

Begitulah negeri Sekepal Tanah Surga ini. Ia menjadi surga jika Anda membayangkan surga sebagai keindahan alam. Berbeda dengan saya, itu belum termasuk sebagai surga. Kenapa? Karena literatur lokalnya tidak sekaya keindahan alamnya. Bagi saya, surga adalah
perpustakaan.

Kerinci adalah "Surga yang tak lengkap", sesuai dengan judul tulisan ini.  Sepanjang pencarian saya, terhitung buku dan jurnal yang membahas Kerinci. Sangat sedikit. Kan ini berbahaya.

***

Lalu apa saja yang dimiliki Kerinci? Di sana itu, ada kuliner, wisata, adat, budaya, seni (tarian dan musik), komoditas, hingga ajaran Islam yang unik. Ada masjid berumur ratusan tahun. Tidak satu, ada beberapa.

Kekayaan kuliner dan komoditasnya sesuai dengan kondisi geografis Kerinci. Di tanah ini, apa pun yang ditanam masyarakat pasti akan tumbuh. Mulai dari padi, kopi, teh, pohon kayu manis, kentang, dan sebagainya. Kuliner berupa olahan dari hasil kekayaan alam Kerinci dapat dicicipi seperti Kopi Kerinci yang mendunia, Dodol Kentang, Sirup Kayu Manis, Lemang Kantong, dan sebagainya.

Jangan sampai Kerinci dimasuki sawit dan tanaman yang merusak lingkungan lainnya. Berbahaya untuk masa depan anak-cucu Kerinci. Ingat itu!

Itu baru kuliner dan komoditas, masih ada seni berupa tarian dan alat musik. Ada suling bambu dari Siulak, Gong Bambu, tari Iyo-Iyo, tari Asyeik, Tale, tari Satai, tari Rangguk, tari Tauh, tari Niti Mahligai.

Kemudian tradisi leluhur berupa Kenduri Sko, Upacara Mandi Balimau, Tolak Bla, Mandi Gading, Nyaho, Naik Mahligai, Ngangoah Imo, Bakunun, Upacara Ritual Asyeik.

Ada juga masjid yang berumur ratusan tahun yaitu, Masjid Agung Pondok Tinggi, Masjid Lamo Desa Lempur, Masjid Keramat Pulau Tengah, Masjid Kuno, dan Masjid Raya Rawang.
Dengan adanya masjid tua ini, saya berkeyakinan bahwa Islam masuk ke Kerinci itu sangatlah unik. Budaya nenek moyang Kerinci bisa menerima Islam. Ada aliran Islam yang tidak kaku datang ke Kerinci. Begitulah.

Selain itu, ada makam keramat yang sampai saat ini masih ramai diziarahi masyarakat Kerinci. Sebagai salah satu upaya menjaga kesinambungan luluhur dan diri.

Masyarakat Kerinci juga mempunyai aksara sendiri, yaitu Aksara Incung. Jika aksara ini dulu kalanya masih dirawat, Belanda tidak akan pernah bisa menguasai Kerinci. Itu dulu. Kita bahas kedepan saja.

Potensi pada wisata sangatlah besar jika dikelola secara baik dan kekinian. Sebut saja, Gunung Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Danau Kaco, Air Panas Semurup, Bukit Khayangan, Taman Nasional Kerinci Seblat, Danau Lingkat, Danau Duo, Goa Kasah dan sebagainya yang tak dapat saya sebut semuanya. Banyak.

Mungkin, masih banyak kekayaan budaya dan wisata yang saya lewatkan. Silahkan ditulis di kolom komentar!
***

Kekecewaan hanyalah sebatas kekecewaan. Ia bisa berubah menjadi kegembiraan jika semua yang saya sebut di atas mulai diperbaiki.

Mulai dijadikan obrolan di warung-warung kopi atau masjid. Masyarakat dan pemerintahnya bergotong royong menjahit sobekan budaya itu.

Sependek saya bergaul dengan mahasiswa/i Kerinci di Jambi, ada beberapa dari mereka yang membaca dan mendiskusikan tulisan saya. Bahkan, ada yang tertarik untuk menjadikan itu sebagai bahan skripsinya.

Yang terpenting dari semua ini iyalah, "Mari rawat dan lestarikan kekayaan yang kita miliki." Cuman itu yang kita punya. Jika itu hilang, hilang juga identitas diri. Salam literasi dan lestari!

*) Penulis adalah pegiat literasi Tinggal di Jambi.


Penulis: Lukman Hakim Dalimunthe
Editor: Ikbal Ferdiyal



comments