Rabu, 29 Maret 2023

Seberapa Penting Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Mantan Pecandu Narkoba untuk Tidak Kembali Relaps?

Sabtu, 19 Desember 2020 | 21:30:36 WIB


/

 Penulis: Yuyun Peni Astri *)

DI INDONESIA penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang besar, dimana angka kejadian meningkat setiap tahunnya. Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2018 menurut data Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 20.800 orang, dan pada tahun 2019 meningkat menjadi 25.650 orang (BNN, RI 2019).

Narkoba sudah merambah ke seluruh wilayah Indonesia dan menyasar keberbagai lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Pada umumnya penderita ketergantungan narkoba berusia 15-24 tahun yang masih menempuh pendidikan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Angka prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia tahun 2017 sebesar 1,77 persen, dan DKI Jakarta merupakan provinsi dengan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba tertinggi, sedangkan Jambi berada pada urutan keenam sebagai provinsi dengan jumlah penyalahgunaan narkoba tertinggi di Indonesia dengan prevalensi 1,35 persen.

BNN sebagai badan independen yang diamanahkan undang-undang, bukan hanya berfungsi sebagai pemberantas penyebaran narkoba tapi juga memiliki wewenang dalam pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba. Umumnya penyalahguna narkoba menjalani masa rehabilitasi selama 1 sampai 4 bulan bahkan lebih.

Pelaksanaan rehabilitasi meliputi berbagai macam program yang akan dijalankan sampai pada proses recovery atau pemulihan. Berhenti total (total abstinence) adalah persyaratan utama dalam menjalankan recovery. Penyalahguna narkoba yang berhasil melalui tahap ini akan menjalani program pelaksanaan pasca rehabilitasi atau aftercare yaitu program pemberdayaan bagi penyalahguna narkoba selama menjalani pemulihan.

Menurut Badan Narkotika Nasional (2016), bahwa penyebab utama mantan penyalahguna narkoba kambuh (relaps) menggunakan narkoba adalah karena sikap lemah yang ada pada diri seorang pengguna narkoba. Penyebab relaps diantaranya adalah komitmen yang kurang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba, keadaan emosional yang beresiko tinggi terjadinya frustasi dan depresi, adanya tekanan sosial, penolakan dari keluarga dan lingkungan dan sulitnya berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Wawancara yang penulis lakukan dengan klien yang menjalani rehabilitasi rawat jalan di BNNP Jambi, alasan klien menggunakan narkoba kembali atau relaps, yaitu karena tidak mampu menghindar dari keinginan dalam diri untuk menggunakan, sulit menolak ajakan dan pengaruh dari teman di lingkungan, iming-iming mendapat narkoba secara cuma-cuma tanpa membeli narkoba, pengalihan dari perasaan sedih klien karena keluarga selalu menyalahkan klien, dianggap sebagai anggota keluarga yang memalukan karena memakai narkoba.

Dari 10 orang klien 7 orang yang diwawancarai diantaranya menyatakan bahwa selama ini klien merasa lelah dan bosan terhadap perilaku berulang klien yang ingin kembali menggunakan narkoba, sulit lepas dari rasa kecanduan, sulit menghindar dari penggunaan narkoba, sulit menolak ajakan teman untuk menggunakan, merasa sedih dengan nasib yang dialami, merasa putus asa terhadap apapun yang klien lakukan, merasa hidup tidak berguna, selalu murung, merasa bersalah dan terkadang muncul keinginan klien untuk mengakhiri hidup.

Klien juga mengatakan selama ini usaha yang dilakukan oleh klien tidak didukung oleh keluarga, keinginan untuk berhenti menggunakan narkoba dianggap hal yang sia-sia, tidak diberikan kepercayaan selama klien menjalani rehabilitasi rawat jalan, klien merasa keluarga ingin membuang klien.

Konselor rehabilitasi memegang peranan penting dengan penyalahguna narkoba dan bertanggung jawab untuk memegang program berbasis bukti termasuk keterampilan sosial, program kelompok dan peningkatan motivasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 orang konselor yang menangani pelaksanaan konseling rawat jalan di BNNP Jambi, mengatakan bahwa klien yang mengalami relaps tidak menyelesaikan program karena merasa depresi terhadap penggunaan narkobanya selama ini, dan klien tidak didukung oleh keluarga. Ini dibuktikan dengan tidak adanya partisipasi keluarga untuk mengantar dan menanyakan kemajuan program selama klien menjalani rehabilitasi rawat jalan di BNNP Jambi.

Dukungan keluarga yang tinggi dikarenakan lingkungan yang mendukung terutama keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan seseorang yang ketergantungan obat. Dukungan keluarga yang berupa saran, nasihat, dan bimbingan merupakan bentuk dari faktor persuasi sosial yang berpengaruh terhadap meningkatnya motivasi seseorang dalam menghadapi situasi stress.

Begitu juga dengan penelitan yang dilakukan oleh Sarafino & Smith, 2011 mengatakan bahwa ketika seseorang yang mengalami permasalahan dan mendapatkan Dukungan keluarga yang sesuai maka akan berpengaruh terhadap menurunnya stress pada orang tersebut dan membuat orang itu memiliki keyakinan untuk terlepas dari permasalahannya yang didalam istilah psikologi disebut self efficacy (Sarafino & Smith, 2011).

Dukungan keluarga dan teman sebaya dianggap sangat penting bagi individu dalam perawatan dan dapat memiliki dampak positif yang signifikan dalam membantu mereka melalui proses pemulihan, keterlibatan keluarga dalam pengobatan dapat menjadi prediktor positif penyelesaian program serta menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap program rehabilitasi narkoba, melalui pemulihan dari kecanduan dapat memiliki pengaruh positif.

Beberapa penelitian bahkan merekomendasikan bahwa rehabilitasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap  pemulihan dari kecanduan obat. Penelitian di lakukan oleh Stevens 2016 menjelaskan bahwa dukungan sosial dari orang disekitar mempengaruhi self-efficacy seseorang untuk menghindar dari penggunaan narkoba.

Pecandu narkoba yang sedang menghadapi situasi relapse sangat membutuhkan motivasi agar tidak relapse, motivasi ini dapat ditingkatkan dengan memberikan dukungan keluarga kepada pecandu narkoba. Ketika dukungan keluarga diberikan, pecandu narkoba yang sedang dalam menghadapi situasi pemicu relapse merasakan bahwa ia adalah makhluk sosial lainnya yang juga mendapatkan informasi, empati, attachment, integrasi sosial, bimbingan, perasaan dibutuhkan oleh orang lain maka secara tidak langsung hal ini membuat pecandu memiliki keyakinan bahwa dia akan pulih.

Sumber

1.         Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017.

2.         BNN.RI. Penyalahgunaan Narkoba. 2017;

3.         Fallis A. To assess the role of Coping skills, Self-efficacy and Social Support in Addiction Recovery. J Chem Inf Model. 2013;53(9):1689–99.

4.         ed Stevens, Leonard A. Jason DR and jhon L. Ivestigating Social Support and Network Relationships in Substance Use Disorder Recovery. HHS public Acces. 2016;36(4):396–9.



*) Konselor Adiksi Badan Narkotika Nasional Privinsi Jambi; Mahasiswa Program Kesehatan Masyarakat STIKES Harapan Ibu Jambi


Penulis: Yuyun Peni Astri
Editor: Ikbal Ferdiyal


TAGS:


comments