Oleh: Ade Novia Maulana, B.Sc (Hons) IT., M.Sc *)
BULAN Juni dikenal sebagai Bulan Bung Karno. Sebab, banyak rangkaian peristiwa di masa lalu yang menandai kalau Bulan Juni ini bertalian erat dengan kiprah Bung Karno sebagai Bapak Bangsa Indonesia. Selain pidato mengenai Pancasila pada tanggal 1 Juni yang kemudian menjadi cikal bakal hari lahir Pancasila, di bulan ini pula Bung Karno lahir dan wafat.
Sembari mengenang jasa dan perjuangan Sang Fajar, julukan yang disematkan kepada Bung Karno, sepatutnyalah kita meneladani sikap patriot perjuangannya dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital sekarang ini. Perjuangan yang dilewati dengan pertumpahan darah dalam peperangan hingga upaya diplomasi kerap terjadi saat itu. Perjuangan itu yang mengantarkan Indonesia lepas dari penjajahan dan meraih kemerdekaan.
Setelah merdeka, zaman telah berubah. Seperti kata pepatah, lain lubuk, lain pula ikannya, lain ladang, lain pula belalangnya. Hal tersebut senada dengan yang disampaikan Bung Karno saat pidato di momen Hari Pahlawan pada tanggal 10 November 1961. “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri,” ujar Bung Karno saat itu.
Dalam konteks kekinian, apa yang disampaikan Bung Karno relevan dengan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini, seperti mulai adanya konflik SARA, korupsi, hingga peredaran narkoba di masyarakat. Tantangan seperti itu harus segera diselesaikan. Namun, tantangan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan setelah kemerdekaan Republik Indonesia adalah pesatnya perkembangan teknologi.
Sebelum internet ditemukan, orang berkirim pesan melalui surat membutuhkan waktu berhari-hari untuk sampai ke penerima. Saat ini dengan bantuan internet membuat aktivitas berkirim pesan hanya butuh hitungan detik sudah bisa sampai ke penerima. Layanan aplikasi seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, hingga Instagram bisa menjawab permasalahan rentang waktu, jarak, dan biaya dalam berkomunikasi antar sesama.
Sementara itu untuk menjawab efisiensi tarif perjalanan, ketersediaan, dan variasi moda transportasi di Indonesia sudah ada layanan ojek online seperti Grab, Gojek, dan Maxim. Semua itu bisa diakses melalui teknologi. Tak hanya itu, teknologi juga membuat kemudahan berbelanja dengan adanya e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee.
Perkembangan berbagai layanan teknologi digital itu didukung dengan penggunaan internet di Indonesia. Pesatnya perkembangan teknologi, selara dengan pesatnya pertumbuhan para pengguna internet. Hootsuite atau situs layanan manajemen konten layanan media daring yang terhubung dengan berbagai situs jejaring sosial lainnya seperti Facebook, Twitter, LinkedIn, Foursquare, MySpace, dan WordPress pada Januari 2021 merilis data pengguna internet di Indonesia.
Berdasarkan data yang dirilis Hootsuite menunjukkan dari 274,9 juta populasi penduduk di Indonesia, pengguna internet berjumlah 202,6 juta penduduk atau 73,7 persen. Sementara itu, pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 170 juta penduduk atau 61,8 persen. Data itu menunjukkan Indonesia adalah pasar digital yang besar.
Namun, hal itu tidak membuat Indonesia menjadi negara yang daya saing digitalnya bagus. Berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking, Indonesia berada pada urutan 56 dari 62 negara di dunia terkait negara berdaya saing digital. Tantangan yang serius untuk dituntaskan oleh semua pihak agar peningkatan pertumbuhan pengguna internet dari tahun ke tahun memberikan dampak positif untuk pembangunan nasional.
Daya saing digital yang rendah salah satunya disebabkan karena rendahnya literasi digital masyarakat. Rendahnya literasi digital berdampak maraknya penyebaran konten negatif mulai dari konten berbau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, perundungan, ragam praktik penipuan, sampai radikalisme. Kondisi tersebut tentu sangat bertentangan dengan Pancasila sebagai pandangan hidup atau bintang penuntun. Hal itu merupakan masalah serius karena dapat menimbulkan perpecahan dan dis-integrasi bangsa.
Oleh karena itu, nilai-nilai luhur Pancasila yang dicetuskan Bung Karno sangat mendesak untuk diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti semangat gotong royong dalam mengedukasi masyarakat tentang literasi digital. Penulis kembali mengajak kita semua untuk sejenak merefleksikan kembali perjuangan Bung Karno dan para pejuang kemerdekaan dalam konteks perjuangan melawan hoaks saat ini khususnya di masa pandemi COVID-19.
Dulu, bambu runcing dan taktik perang gerilya yang dilandasi dengan semangat juang terbukti mampu mengusir penjajah dan membuat Indonesia merdeka. Saat ini, bambu runcing yang digunakan oleh para pejuang berganti dengan gawai (gadget). Taktik gerilya, berganti menjadi Gerakan Nasional Literasi Digital untuk Indonesia Makin Cakap Digital.
Masing-masing kita mempunyai gawai sebagai alat perjuangan. Kita bertanggung jawab untuk tidak memproduksi konten-konten hoaks dan tidak menyebarkannya. Kita juga bertanggung jawab memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menggunakan gawai dengan baik, benar, dan edukatif.
Lalu, taktik perang gerilya yang diakui kehebatannya dalam mengusir penjajah, saat ini mari kita ganti dengan semangat gotong royong dari seluruh elemen kelompok masyarakat atau sipil society untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya memanfaatkan internet. Internet harus dimanfaatkan untuk tujuan yang positif.
Semakin gencarnya kolaborasi yang dilakukan oleh semua pihak baik dari pemerintah, akademisi, maupun NGO (Non-Govermental Organisation) diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia. Sehingga tidak lagi kita mendengar atau membaca berita tentang penangkapan oleh Kepolisian terhadap pelaku penyebaran konten hoaks, hate speech, atau kasus-kasus pelanggaran lainnya yang di atur dalam UU ITE.
Sebagai penutup, pengguna internet dan media sosial di Indonesia yang lebih dari separuh populasi penduduk ini ibarat dua sisi mata uang. Bisa dilihat sebagai ancaman atau peluang. Tentu saja, yang diharapkan dari statistik jumlah pengguna internet yang dirilis oleh Hootsuite adalah meningkatnya budaya membaca, mempermudah akses pelayanan publik berbasis digital, dan meningkatkan omzet UMKM di berbagai sektor seperti perdangan, pariwisata, dan industri kreatif.
Penulis adalah Sekretaris Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dan Anggota Relawan TIK Provinsi Jambi (email: [email protected])