Oleh: Dony Efriza *)
DALAM kajian filsafat, nilai merupakan bidang aksioma, yang dikenal sebagai teori nilai atau cabang filsafat yang mempelajari nilai. Nilai adalah suatu gagasan atau konsep tentang segala sesuatu yang diyakini seseorang penting dalam kehidupan ini.
Selain itu, nilai adalah sejumlah ukuran dan prinsip prinsip yang kita gunakan untuk menilai sesuatu yang berharga. Standar dan prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk menilai segala sesuatu sehinga hal-hal tersebut bisa dikategorikan baik, berharga, dan layak, atau tidak baik, tidak berguna dan hina, atau segala sesuatu yang berada di antara titik ekstrim keduanya.
Nilai mengindikasikan adanya dua hal, yaitu adanya subjek yang memberi nilai dan adanya suatu tindakan atau perilaku yang dilekatkan dengan suatu standar atau ukuran nilai. Sehingg nilai terkadang bersifat subjektif, yaitu tergantung pada penilai dalam pemberian nilai. Perbedaan penilaian ini dapat disebabkan oleh cara, keyakinan dan sudut pandang dalam melihat sesuatu.
Setiap makhluk hidup yang hidup di dunia memiliki nilai, dan tidak ada satupun yang tidak memiliki nilai. Sebagai contoh, ada beberapa oknum aparatur negara yang melakukan korupsi, hal ini bukan berarti bahwa oknum tersebut tidak memiliki nilai solidaritas dan cinta sesama melaikan ketika mereka melakukan korupsi, nilai-nilai tersebut sedang mengalami desonansi atau dapat diartikan sebagai melemahnya kualitas nilai yang ada.
Selain itu kasus yang sedang viral saat ini adalah kasus kekerasan rumah tangga. Hal ini juga bukan berarti orang saat melakukan kekerasan rumah tangga tersebut tidak memiliki nilai-nilai kasih sayang namun pada saat orang tersebut melakukan kekerasan rumah tangga nilai tersebut sedang menurun kualitasnya. Adapun sumber aspek-aspek yang dijadikan standar rujukan bagi penetapan nilai seperti; etika, estetika, logika, agama, hukum, dan budaya.
Etika dapat diartikan sebagai kebiasaan atau cara hidup. Secara terminologi, etika selalu dimaknai sebagai pengklasifikasian tentang perbuatan manusia yang berhubungan dengan baik dan benar. Konsep ini merupakan ukuran suatu perbuatan itu etik ataupun sebaliknya.
Selanjutnya adalah estetika. Estetika dapat diartikan sebagai indah atau tidak indah. Hal tersebut berkaitan dengan pikiran, gagasan, perilaku, dan berbagai objek estetik lainnya seperti lukisan dan pemandangan alam semesta. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki perasaan dan apresiasi positif terhadap keindahan. Hal ini menjadika estetika sebagai salah satu sumber yang dijadikan rujukan nilai dalam menentukan sesuatu.
Disamping itu, logika atau akal budi manusia juga merupakan salah satu sumber rujukan untuk menentukan standar, prinsip atau harga dari sebuah nilai. Logika merupakan salah satu entitas internal yang ada dalam diri manusia dan merupakan bagian dari jiwa intelektual.
Bagian ini dijadikan instrumen dalam penalaran untuk membuat suatu keputusan. Selain itu, logika memiliki peran dalam memberikan dasar pertimbangan untuk membuat keputusan yang berdasarkan argumentasi yang benar.
Selain itu agama juga dijadikan sumber rujukan nilai dalam menentukan standar, prinsip, atau harga terhadap sesuatu. Agama merupakan suatu sistem keyakinan atau kepercayaan manusia terhadap Tuhan, dimana atas dasar kepercayaan atau keyakinan tersebut, manusia bersedia untuk hidup sesuai dengan titah dan peraturan Tuhan.
Jika dilihat dari aspek agama sebagai suatu sistem keyakinan yang menjadi rujukan nilai, maka agama pada hakikatnya mengatur: (1) kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan Tuhan, (2) kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan dirinya sendiri, (3) kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan manusia lainnya, dan (4) kaidah atau tata cara bagaimana seharusnya manusia berinteraksi dengan alam semesta raya (Al-Rasydin, Amroeni. et.al).
Dapat diartikan bahwa seseorang yang beragama tertentu akan memiliki kecenderungan dalam menentukan standar, prinsip, atau harga tentang sesuatu, baik itu menyangkut orang, gagasan, tindakan, maupun suatu objek atau situasi sesuai dengan agama yang dianut.
Selanjutnya, aspek penentuan nilai juga diatur dalam hukum dimana manusia hidup dalam masyarakat yang plural, baik dari segi ras, etnik, kultur, maupun agama. Undang-undang atau peraturan yang disepakati bersama-sama dijadikan sebagai standar dari nilai hukum untuk menata kehidupan yang aman, damai, dan harmoni, sehingga terdapat aturan-aturan dalam bertindak atau berperilaku.
Di Indonesia, yang menjadi sumber rujukan dalam mengikat dan mengatur segala aspek keidupan warga negara adalah: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan undang-undang atau peraturan lainnya.
Budaya merupakan aspek rujukan penetapan nilai lainnya. Diketahui bahwa manusia adalah mahkluk sosial yang berinteraksi satu sama lainnya. Hasil produk dari interaksi tersebut melahirkan budaya yang terus diwariskan dan dikembangkan kepada generasi berikutnya sehingga menjadi tradisi, adat-istiadat, dan kebiasaan yang turun-temurun.
Sebagai contoh, apabila seseorang berperilaku diluar dari kepercayaan budaya pada komunitasnya maka ia akan menerima sanksi sosial. Sehingga budaya dapat mengatur seseorang dalam berpikir, merasa, berbuat atau bertindak, dan berkarya.
Dari penjabaran aspek-aspek diatas maka nilai tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari sejumlah indikator atau tolak ukur. Indikator atau tolak ukur tersebut dijadikan instrumen penentuan nilai yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
Menurut Frankel, indikator yang bisa menunjukkan suatu nilai itu bisa bersumber dari apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang. Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa, penentuan nilai yang dimiliki seseorang dapat diketahui dari apa yang dikatakan dan diperbuatnya dengan melihat ketersesuaian perkataan dan perbuatan.
*) Dosen Universitas Jambi, mahasiswa S3 (Doktor) Ilmu Keguruan Bahasa Universitas Negeri Padang.