Oleh: Amri Ikhsan *)
SALAH satu momentum yang paling ditunggu oleh sebagian masyarakat adalah datangnya tahun baru. Ditunggu-tunggu karena hari itu merupakan hari libur, hari dengan penuh “warna” karena media TV menyuguhkan acara-acara bernuansa menghibur, tempat tempat wisata menyelenggarakan kegiatan spesial, sebagian masyarakat mengadakan “pesta rakyat” menunggu menit per menit, detik per detik jam 00.00 pertanda dimulai tahun baru dengan pesta kembang api dan ada “pasar kaget” bagi pembuat dan penjual terompet, kerja dadakan bagi tukang parkir, dsb.
Diakui bahwa tahun baru memiliki fenomena tersendiri ditengah masyarakat. Tahun baru dijadikan ajang pesta, ajang berdarma wisata, ajang cari jodoh, jadi ajang hiburan, sarana cari duit (buat penyanyi, tukang terompet, tukang kembang api, dan tukang parkir), dan sebagainya. “Kasihan” tahun baru, disalahgunakan untuk kepentingan ‘berpoya poya’ dan untuk konsumsi duniawi belaka.
Itu dulu, zaman normal sebelum pandemi Covid-19. Sekarang semuanya dibatasi. Bagi yang ingin berpergian jauh harus dapat menunjukkan hasil negatif tes PCR maksimal 2 x 24 jam sebelum keberangkatan (Mediai Indonesia). Ada juga daerah yang mewajibkan rapid test bagi pengemudi dan penumpang sebelum masuk daerah itu.
Di Provinsi Jambi, sudah dikeluarkan SE nomor 658/SE/ST.COV-19/XII/2020 tentang antisipasi penyebaran corona selama libur hari raya natal dan menyambut tahun baru 2021. Pertama, meminta seluruh masyarakat pengelola tempat usaha dan tempat wisata untuk tidak memfasilitasi kegiatan yang mengakibatkan kerumunan massa, termasuk pergantian tahun baru. Kedua, memperkuat Operasi Yustisi dan patroli pengawasan serta penegakan disiplin protokol kesehatan sampai ke tingkat kecamatan.
Ketiga, melakukan penerapan protokol kesehatan, pembatasan jam opresional restoran, kafe serta tempat hiburan, mall serta tempat lainya. keempat, tempat-tempat hiburan itu ditutup khusus tanggal 31 Desember 2020-1 Januari 2021. Kelima pintu masuk antar wilayah perlu diperketat melalui transportasi darat, udara dan, laut.
Keenam melakukan penerapan protokol kesehatan di wilayah daerah tujuan wisata, membatasi jumlah pengunjung, pengunjung bertanggung jawab atas kesehatannya, pengunjung diwajibkan memperlihatkan keterangan hasil negatif uji antigen, rapid, PCR yang berlaku selama 14 hari. (Metrojambi)
Begitu ketatnya perayaan tahun baru. Oleh karena itu, mari kita jadi momentum tahun baru untuk bermuhasabah, karena sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya, baik akhlaknya, budi pekertinya, santun bahasanya, berguna bagi orang lain. Sebaliknya, orang yang paling rugi adalah yang panjang umurnya, tapi kurang amalnya, tidak baik budi pekertinya, kasar bahasanya, dll.
Ketahuilah bahwa kesuksesan hidup sepanjang tahun bisa ditentukan oleh: (1) akhlak mulia: menyambung silaturrahmi, berbuat baik ke sesama; (2) melakukan amal yang berpahala ganda; (3) melakukan amal jariyah; (4) memanfaatkan waktu: mementingkan pemanfaatan waktu, gunakan waktu sebaik baiknya, segera bertaubat dan mengubah amal mubah jadi ibadah, dan (5). Gunakan panca indera kita secara maksimal untuk berbuat baik sewaktu terjaga (Ibrahim, 2007)
Bagi kita, 2021 adalah tahun bekerja dan mengabdi ditengah pandemi, tahun pembuktian bahwa apapun tantangan yang dihadapi termasuk Covid-19 bukanlah halangan untuk berbekerja profesional, karena bekerja itu untuk memperoleh barokah’, bisa dinikmati oleh sesama dan diridhoi oleh yang maha kuasa.
Waktunya, di akhir tahun, kita seharusnya melakukan refleksi diri (muhasabah) terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Orang yang beruntung adalah orang yang punya waktu untuk instropeksi dan evaluasi diri (ESQnews). Dengan melaksanakan muhasabah, kita akan selalu menggunakan setiap waktu dari detik, menit, jam dan harinya dengan sebaik-baiknya demi melakukan yang terbaik untuk diri dan orang lain.
Muhasabah (instropeksi diri) sebagai kunci utama untuk meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planning dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaanNya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi, perencanaan, strategi, pelaksanaan dan evaluasi (muhasabah). (dakwatuna.com).
Muhasabah dimaksudkan untuk memberikan nuansa religiusitas kepada pekerjaan yang ditekuni (Suherdi). Disadari atau tidak, bekerja dengan ikhlas apalagi dalam kondisi kritis seperti pandemi itu adalah ibadah. Bekerja adalah mu’amalah yang secara otomatis melekat kepada setiap kegiatan penghidupan. Tidak ada pekerjaan yang mubazir jika diniatkan untuk membahagiakan diri, keluarga dan orang lain.
Orang yang membiarkan pekerjaannya, tidak bermuhasabah, berarti dia memudah-mudahkan pekerjaan, yang sungguh pekerjaannya itu memerlukan keseriusan dan pemikiran tingkat tinggi. Ini akan membuat dirinya gagal. Inilah kondisi orang-orang yang tertipu, terpaku, terpana akibat pekerjaannya yang tidak sempurna (Watimena), membiarkan tanpa ada usaha untuk memperbaiki.
Inti dari muhasabah adalah: ia memuhasabah dirinya. Pertama, pekerjaan wajib yang merupakan pekerjaan professional yang ditekuni selama ini, kalau ditemukan ada kekurangan pada pekerjaannya maka segera memperbaikinya tanpa diminta. Belajar dari kegagalan itu, segera disusul dengan taubat, istighfar, dan melakukan pekerjaan itu kembali. Kedua, memuhasabah dirinya pada kelalaiannya (Tausikal). Diyakini, begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan sangat rentan dengan kelupaan dan ketidaksempurnaan, segera belajar dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi.
Ketiga, ia muhasabah pada tutur katanya, apa yang sampaikan, apa yang diposting dimedsos. Apakah yang disampaikan di media social sudah ‘membahagiakan’orang lain atau sebaliknya membuat orang ‘menderita’.
Keempat, bermuhasabah menelusuri kemana kakinya melangkah, apa yang dilakukan oleh kedua tangannya, apa yang didengar oleh kedua telinganya dan indra yang lain. Apakah kesemua itu sudah sesuai dengan tuntutan agama dan social kemasyarakatan. Kalau tidak, bersegera minta maaf dan tidak mengulangi lagi.
Diharapkan tahun baru memunculkan fenomena baru, melahirkan suasana baru dengan terbangunnya silaturrahami diantara kita tanpa memandang latar belakang politik, status social, budaya, ekonomi. Di masa pamdemi, tidak banyak yang harus dilakukan: 1) memakai masker, pakai masker pun jangan asal-asalan, seperti cuma digantung dan diplorotin di dagu; 3) kalau bukan karena urusan yang tidak penting sekali, lebih baik jangan keluar rumah; 3) selalu ingat jaga jarak 1-2 meter jika sedang bersama orang lain; 4) rajin mencuci tangan; 5) Mengupayakan upaya-upaya untuk pemeliharaan daya tahan tubuh; 6) rajin bersihkan permukaan benda yang sering disentuh, seperti gagang pintu dan peralatan lainnya (Kompas)
Bergembira boleh, tapi jangan lupa bermuhasabah agar tahun 2021 lebih baik dari tahun sebelumnya, aamiin!
*) Penulis adalah pendidik di Madrasah